Saturday, March 30, 2013

KETERBATASAN YANG MENJADI SEBUAH KELEBIHAN


BIODATA
1.       Nama                    :               Angkie Yudistia
2.       Tanggal Lahir      :               5 Juni 1987

PERJALANAN HIDUP
MASA KECIL
                Ketika masih kecil, Angkie sering berpindah tempat tinggal karena tuntutan dinas ayahnya. Mulai dari Medan, Bogor, hingga daerah-daerah lainnya di Indonesia. Meski hidup berpindah-pindah, masa kecil saya sangat menyenangkan, terlebih karena tidak pernah kekurangan kasih sayang dari kedua orangtua dan kakak. Tetapi Angkie kecil merupakan seorang anak yang seringkali sakit. Walaupun sakit seperti flu, batuk, dan demam. Untuk mengobatinya, dokter sering member obat antibiotic secara rutin sampai penyakitnya hilang. Saat duduk di kelas 2 SD, Angkie seringkali sulit mendengar kata-kata dikte-an guru sekolahnya dengan jelas. Hal yang sama terjadi saat teman-teman memanggil namanya. Meskipun dengan teriak. Hingga pada akhirnya teman-temannya sebal dan jarang memanggil atau mengajak Angkie mengobtol atau bermain saat istirahat sekolah. Sebagai anak yang dekat dengan ibunya, Angkie selalu bercerita kepada ibunya perihal teman-temannya yang tidak ingin bermain dengannya lagi. Degan sabar ibu mendengarkan cerita Angkie, lalu merespon dengan kata-kata bijak yang menenangkan. Beliau juga selalu mengingatkan Angkie untuk tidak boleh marah dan selalu sabar menghadapi sikap teman-teman--yang menurut Angkie--menyebalkan. Suatu saat, setelah pulang sekolah, Angkie diajak ibunya untuk pergi ke sebuah rumah sakit. Angkie yang saat itu masih kecil, sempat merasa bingung, karena ia merasa sehat-sehat saja. Sesampainya di rumah sakit, ketika ditanya namanya oleh dokter, Angkie tidak dapat mendengarnya dengan jelas. Lalu Angkie pun diperiksa oleh dokter, selama kurang lebih 30 menit, yang disebut juga pemeriksaan audiologi. Setelah Angkie pulang dan sampai di rumah, Angkie diberitahu hasil pemeriksaan dokter, yang memvonis bahwa dirinya adalah seorang tuna rungu. Awalnya Angkie kecil yang masih polos ini mengiria, bahwa sakit yang didapatnya ini sama seperti penyakit yang sering ia alami sebelumnya. Dan semenjak itu orangtua Angkie tidak lagi memberikan obat yang biasa ia minum. Vonis tuna rungu dari dokter menjadi pukulan bagi Angkie, juga keluarganya. Terlebih lagi ibunya. Beliau seringkali terlihat bersedih karena rasa bersalah berlebihan. Selama 6 tahun, setiap hari Sabtu dan Minggu, Angkie melakukan pemeriksaan oleh beragam dokter, hingga pengobatan tradisional. Sayangnya, tidak ada pengobatan yang cocok untuk saat itu. Akhirnya saat Angkie berusia 16 tahun, orangtuanya membawanya ke sebuah klinik dan mulai memakaikan telinganya dengan sebuah alat bantu dengar atau yang disebut dengan hearing aid. Sebelum orangtuanya memutuskan untuk menggunakan alat bantu dengar, selama 6 tahun Angkie hidup dalam kesunyian. Di sekolah Angkie menjadi seseorang yang minder karena dikucilkan dengan tatapan aneh oleh teman-temannya. 

MASA REMAJA
                Pada saat awal menggunakan alat bantu dengar, Angkie merasakan kejanggalan. Alat bantu dengar yang ia gunakan membuatnya dapat mendengar suara-suara aneh yang sebelumnya lama menghilang. Seperti contoh, Angkie dapat mendengar suara knalpot motor dan motor yang sedang kebut-kebutan, padahal ia sedang berada di dalam kamar yang jaraknya 1 km dari jalan raya. Namun lambat laun, Angkie mulai terbiasa dengan alat bantu dengar, bahkan saat ia berada di bangku SMP dan SMA. Pada saat ini Angkie sudah mulai menghilangkan rasa minder Seseorang telah meyakinkan Angie bahwa kekurangan fisiknya kelak akan menjadi kelebihan.

akibat cacian atau julukan miring dari teman-teman di sekolah. Hal ini dikarenakan Angkie tetap disekolahkan di sekolah umum. Orangtuanya tidak bermaksud untuk membedakan Angkie, karena mereka ingin Angkie mendapatkan pendidikan dan disiplin selayaknya teman-teman lain. Menuntut ilmu di sekolah umum dianggap oleh keluarga Angkie melatih mental Angkie sebagai bekal menjalani hidup nantinya, meskipun di sekolah Angkie menjadi tempat datangnya cacian dari orang-orang yang merasa lebih sempurna dari Angkie. Angkie yang kala itu masih remaja, mengalami depresi. Tetapi disamping depresi tersebut, ia mendapat saran dari seseorang. Sarannya adalah untuk bertanya kepada sang Pencipta mengapa keadaannya seperti itu. Dan menurut seseorang tersebut, daripada Angkie uring-uringan, lebih baik Angkie menerima kekurangan fisik tersebut.

KELUARGA TERHADAP ANGKIE
          Kedua orangtua Angkie sadar akan pandangan miring teman-teman Angkie terhadap Angkie. Mereka jelas tidak terima dan tidak tega melihat anaknya merasa dikucilkan, apalagi dipandang sebelah mata karena memiliki keterbatasan. Maka dari itu, keluarga besar dari pihak bapak dan ibu Angkie berbaik hati dan tidak memandang keterbatasan Angkie sebagai sebuah aib. Mereka semua berusaha untuk tidak mengucilkan hati Angkie. Mereka yakin bahwa keterbatasan Angkie hanyalah persoalan medis semata. 

KEGIATAN ANGKIE DALAM BERORGANISASI
     Tanggal 29 Maret hingga 1 April 2010 yang lalu Kementrian Sosial Republik Indonesia menyelenggarakan sebuah pertemua akbar. Pertemuan itu sendiri merupakan sebuah ajang Penyusunan Bahan Ratifikasi Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Penyandang Cacat. Pertemuan ini diadakan di Grand Setiabudhi Hotel – Bandung. Pertemuan ini membahas tentang penggantian istilah “Penyandang Cacat” menjadi “Penyandang Disabilitas”.


SEKARANG
                Kini, Angkie telah menjadi seorang perempuan mandiri melalui beragam pengalaman yang pernah diraihnya, antara lain berhasil menyelesaikan S2 Marketing Communication di The London School of Public Relations Jakarta, menjadi salah satu finalis Abang None 2008 Jakarta Barat, berhasil terpilih sebagai The Most Fearless Female Cosmopolitan 2008, menjadi Miss Congeniality dari Natur-e, hingga berkair sebagai Corporate Public Relations.
                Angkie juga aktif membantu Yayasan Tuna Rungu Sehjira bersama perempuan penyandang disabilitas lainnya; berbagi pengalaman untuk dapat menerima keterbatasan dan memaksimalkan segala potensi yang dimiliki serta sering menjadi pembicara untuk isu penyandang disabilitas.
                Saat ini, Angkie beserta rekan, tengah mendirikan Thisable Enterprise yang peduli terhadap permasalahan social dengan menggunakan kemampuan entrepreneurship, untuk melakukan perubahan social (social change); meliputi pemberdayaan teman-teman penyandang disabilitas di Indonesia.
HAL MENARIK:
·         Angkie pernah diolok-olok sebagai utusan alien dan juga secret agent karena menggunakan alat bantu dengar.
·         Angkie juga seringkali ditertawai layaknya seorang komedian karena sering bicara terbata-bata.
·         Angkie mencoba berjalan anggun seperti foto model di koridor sekolah, dan ketika itu banyak orang yang melilhatnya dengan pandangan tidak suka, yang pada akhirnya membuat Angkie menjadi minder.
·         Angkie merasa bahwa ia perlu sering-sering mengajukan pertanyaam, ‘Kenapa saya punya keterbatasan?’, karena dengan begitu Angkie menjadi semakin termotivasi untuk terus bersabar dan membesarkan hati.
·         Angkie merasa bahwa dari cemooh, ia mendapatkan pelajaran baru, terutama untuk meningkatkan rasa percaya diri dan keberanian.


QUOTE:
  • ·         Sukses tidak dilihat dari seberapa banyak harta kita, tapi bagaimana kita dapat menghadapi segala bentuk permasalahan hidup.
  • ·         Dream what you want to dream, go where you want to go, be what you want to be, because you have only one chance to do all things you want in life
 DAFTAR PUSTAKA:
Yudistia, Angkie. Perempuan Tuna Rungu Menembus Batas. Jakarta: Upnormals Publishing, 2011.
 

Thursday, November 29, 2012

Analisis Novel Daun yang Jatuh Tidak Pernah Membenci Angin


Unsur Intrinsik:
1.       Tema: (Percintaan) Perasaan yang tak pernah terungkap

2.       Gaya Bahasa:
·         Personifikasi: Hujan deras turun membungkus kota ini (Hal. 13)
·         Hiperbola: Demi membaca e-mail berdarah-darah itu, esoknya aku memutuskan pulang segera ke Jakarta (Hal. 230)
·         Personifikasi: Menuju tempat rumah kardus kami dulu berdiri kokoh dihajar hujan deras, ditimpa terik matahari. (Hal. 231)
·         Personifikasi: Bagian tajamnya menghadap ke atas begitu saja, dan tanpa ampun menghunjam kakiku yang sehelai pun tak beralas saat melewatinya. (Hal. 22)
·         Personifikasi: Aku berteman dengan lorong-lorong kantor yang kosong di malam hari. (Hal. 203)

3.       Sudut Pandang: Orang pertama pelaku utama

4.       Tokoh dan Penokohan:
·         Tania:
o   Rajin dan memiliki tekad yang kuat.
‘Ada banyak hal yang harus kukejar. Aku sudah tiga tahun tertinggal. Tiga tahun sia-sia! Dan karena aku sudah berikrar akan selalu menuruti kata-kata dia, maka saat dia mengusap rambutku malam itu sebelum pulang dari toko buku, dan berkata pelan: “Belajarlah yang rajin, Tania!”,  aku bersumpah untuk melakukannya.’ (Hal. 33)
o   Pencemburu.
‘Aku menghela napas. Benci sekali dengan pembicaraan itu. Menatap Ibu sirik. Kenapa sih Ibu akrab dengan Kak Ratna?’ (Hal. 41)
o   Menarik.
‘Ada banyak pria lain selain Adi dan cowok penjaga rak tadi yang tertarik padaku.’ (Hal. 15)
o  Memegang teguh janji
‘Tetapi aku ungat dengan janji dulu, aku tak akan pernah melawannya, tak akan pernah....’ (Hal. 55)
·         Dede:
o   Pintar
‘Dede juga sudah bisa menghafal semua abjad’ (Hal. 34)
o  Percaya diri
‘Dede benar-benar bebas sesore itu. Berlarian ke sana kemari. Percaya diri.’ (Hal 40)
o   Pandai menyimpan rahasia (Menyimpan rahasia Om Danar)
‘”Dari siapa?” aku bertanya penasaran kepada Dede. Menyelidik. Adikku pasti tahu semuanya.’ (Hal. 102)
·         Ibu:
o   Tekun dan tidak mengandalkan orang lain (Tetap rajin bekerja, demi membiayai anak-anaknya sekolah, walaupun sudah dibantu oleh Danar)
‘Seminggu kemudian Ibu mulai bekerja, menjadi tukang cuci di salah satu laundry mahasiswa......’ (Hal 34-35)
o   Hati-hati
‘Kata Ibu, “Tania, hati-hatilah di sana! Kita harus mengganti setiap barang yang rusak karena kita sentuh! Jaga adikmu, jangan nakal...”’ (Hal. 17)
·         Danar:
o   Suka memberi.
‘Dia rajin seminggu dua kali singgah sebentar di kontrakan baru. Membawakan makanan, buku-buku untukku, dan  permainan buat adikku.’ (Hal. 35)
o  Berprinsip kuat
‘”Tania, kehidupan harus berlanjut. Ketika kau kehilangan semangat, ingatlah kata-kataku dulu. Kehidupan ini seperti daun yang jatuh.... Biarkanlah angin yang menerbangkannya.... Kau harus berangkat ke Singapura!”’ (Hal. 70)
o  Dewasa
‘Dia menahan napasnya. Mencoba mengendalikan emosinya.’ (Hal. 56)
·         Ratna:
o   Sabar .
‘Aku meneriaki Kak Ratna keras sekali. Kak Ratna tidak marah, bahkan berkaca-kaca matanya.’ (Hal. 56)
o   Ramah.
‘”Kenapa kalian tidak mengajak Ibu, Kak Ratna, dan Kak Danar naik Bianglala?” Kak Ratna bertanya sambil tersenyum,....’ (Hal. 42)

5.       Amanat:
·         Jangan menunda-nunda sesuatu, sesuatu yang ditunda-tunda biasanya akan membuat dampak yang buruk. Seperti dalam novel ini, perasaan yang selama itu terpendam, baru diutarakan setelah semua keadaan tidak dapat diubah.
·         Tekunlah belajar agar dapat sukses kelak di masa depan.
·         Terima semua hal yang sudah terjadi. Karena hal yang sudah yang terjadi itu, adalah akibat perbuatan kita juga di hari sebelum-sebelumnya.

6.       Plot:
·         Perkenalan:
o   Ketika Danar menolong Tania yang tertusuk paku. Lalu Danar mengenal Tania dan Dede, adik Tania, lebih dalam, hingga Danar sering mengunjungi rumah Tania. Danar juga banyak membantu perekonomian keluarga Tania, hingga akhirnya Tania dan Dede bisa bersekolah. Tania juga mendapatkan beasiswa ke Singapura.
·         Pertikaian:
o   Ketika Danar hendak menikah dengan Ratna,pacarnya, Tania tidak mau datang ke pernikahan Danar dan Ratna. Selama beberapa tahun Tania dan Danar tidak berkomunikasi.
·         Klimaks:
o   Ketika Danar dan Tania bertemu di daerah rumah kardus Tania, ketika Tania miskin. Di situ, mereka mengutarakan perasaan mereka yang sebenarnya.
·         Antiklimaks:
o   Ketika Danar dan Tania mengetahui bahwa Ratna sudah hamil 4 bulan, dan pada akhirnya Tania menerima keadaan tersebut, dan dia tidak akan kembali ke Indonesia dan tetap berada di Singapura, agar perasaannya tidak kembali seperti kejadian ketika di Indonesia.

7.       Alur: Pada awal cerita mundur, dan pada akhir cerita agak campuran.

8.       Latar & Setting:
a)      Tempat:
·         Dufan
‘Kak Ratna bertanya sambil tersenyum, waktu kami makan malam bersama di salah satu kedai makanan yang banyak tersedia di Dufan.’ (Hal. 42)
·         Singapura
‘Ribuan larik cahaya kota Singapura cantik menimpa jalanan.’ (Hal. 203)
·         China Town
‘Saat makan malam di China Town.........’ (Hal. 130)
·         Bandara Changi
‘Pukul 15.00 aku mengantar mereka ke Bandara Changi.’ (Hal. 102)
·         Toko Buku
‘Aku tak tahu bagaimana kehadiranku setiap malam di toko buku ini bisa menarik perhatiannya.’ (Hal. 12)
b)      Waktu:
·         Malam hari
‘Malam ini hujan turun lagi. Seperti malam-malam yang lalu.’ (Hal. 7)
·         Siang hari
‘Kami makan siang di kantin mahasiswa (Hal. 101)
·         Sore hari
‘Hingga menjelang sore mereka tidak keluar-keluar dari kamar Ibu.’ (Hal. 55)
c)       Setting/Suasana:
·         Sepi
‘Naik lift lagi menuju lantai apartemenku. Berdenging. Sendirian melempar sepatu sembarangan’ (Hal. 204)
Unsur Ekstrinsik:
1.       Nilai Moral:
o   Memegang janji
‘Aku menyeka sudut mataku yang berair. Tidak. Aku sudah berjanji kepada Ibu untuk tidak pernah menangis. Apalagi menangis hanya karena mengingat semua kenangan buruk itu.’ (Hal. 31)



Saturday, October 20, 2012

Resep Kue: Macaroon


Resep Kue: Macaroon
Kue yang biasa dinikmati di Perancis, selain dengan mudah anda dapatkan di Indonesia di beberapa toko, bisa juga anda buat. Pembuatan yang mudah dan hasil akhir yang unik ini cocok untuk dilakukan di rumah, pada waktu senggang. Kue ini juga bisa disajikan sebagai kue kering lebaran, dan lain-lain.

Bahan:
300 g almond powder
300 g icing sugar/gula bubuk
110 g putih telur
½ sdt pewarna kue sesuai selera
300 g gula pasir
75 g air
110 g putih telur
Isian (Rose and Lavender)
550 g white chocolate
275 g liquid cream/krim segar
50 g glucose
5 tetes aroma rose atau lavender
Isian basic (Mint Kafir Lime)
550 g white chocolate
275 g liquid cream/krim segar
50 g glucose
5 tetes aroma mint
1 lembar kulit jeruk purut
Isian basic (Lemongrass Violet)
550 g white chocolate
275 g liquid cream/krim segar
50 g glucose
50 g lemon grass
5 g violet aroma
Isian basic (Passion Fruit Banana)
550 g white chocolate
125 g liquid cream
150 g passion fruit and banana pure
50 g glucose

Cara pembuatan:
  • Macaroon:
  • Campur almond powder dan icing sugar, tambahkan putih telur, aduk rata.
  • Tambahkan pewarna makanan ( berupa paste atau powder)
  • Rebus air dan gula pasir sampai mencapai suhu 118 C, dan tuangkan ke dalam putih telur.
  • Kocok dengan mikser sampai kaku.
  • Campurkan kedua adonan tersebut sampai rata dan halus.
  • Siapkan tray, lapisi Silvat atau kertas roti, kemudian dengan piping bag, semprotkan bentuk bundar.
  • Biarkan istirahat di atas tray, selama satu jam dan bakar pada suhu 160 C. selama 12 – 14 menit.
  • Pembuatan adonan Isian (filing) lelehkan white chocolate , tambahkan cream panas dan glucose. Campur sampai rata, dan tambahkan flavor/aroma seperti lavender, rose, mint kafir lime, lemongrass atau dapat menggunakan fruit Jam, Mouseline cream dan variasi lainnya
  • Oleskan adonan Isi di bagian bawah kue lalu satukan dengan kue lainnya.
  • Sajikan.
Untuk 40 buah

Semoga bermanfaat!

Sumber

RESENSI - Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

Judul          : Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
Pengarang  : Tere-Liye
Penerbit      : PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku : 256 Halaman
Tahun Terbit: April 2012 (Cetakan keenam)
Harga         : Rp43.000,-





Cinta Yang Tidak Pernah Terungkap

       Tere-Liye merupakan nama samaran, dari seorang penulis novel terkenal yang sudah sering menerbitkan novel-novel sastra, yang banyak disukai di segala kalangan masyarakat. Bahasanya yang ringan tetapi tidak sarat akan bahasa-bahasa sastra, membuat pembaca bisa menikmati novel ini sekaligus mengerti dengan mudah alur cerita yang dibuat sedemikian rupa oleh penulis handal ini.
     Cerita disini berawal dari dua anak pengamen yang berusaha bekerja dengan tulus demi membantu ibunya, yang hanya berjualan kue. Mereka bertiga tinggal di rumah kardus setelah ayahnya yang meninggal dunia akibat sakit TBC. Pada suatu saat, ketika 2 anak ini, Tania dan Dede, sedang mengamen di salah satu bis kota, kaki Tania berdarah tertusuk paku dan seorang laki-laki kantoran menolongnya. Laki-laki ini bernama Danar, dan dialah yang menjadi pengubah nasib kehidupan Tania, Dede, serta ibunya. Tania dan Dede pun disekolahkan atas bantuan Danar, serta atas persetujuan ibunya.
     Ibu yang selama ini kembali bahagia setelah kedatangan Danar, ternyata mengidap penyakit kanker paru-paru stadium IV yang selama ini tertutupi oleh perasaan bahagianya. Setelah dirawat beberapa hari di rumah sakit, Ibu pun tidak kunjung sembuh, dan akhirnya meninggal, meninggalkan Tania yang saat itu masih 13 tahun dan Dede 8 tahun. Tania dan Dede pun tidak punya siapa-siapa lagi selain Danar. Danar pun juga tidak memiliki sanak keluarga, dan telah menganggap Ibu sebagai ibunya sendiri, serta Tania dan Dede sebagai keluarganya. Danar, Tania, dan Dede pun tinggal bersama. Dan lama-kelamaan Tania mulai menyukai Danar sejak sebelum ibunya meninggal. Di akhir hayat hidup ibunya, ibunya berpesan "Kau tak boleh menangis demi siapa pun mulai detik ini.... Kau tak boleh menangis bahkan demi adikmu sekalipun...." "Kecuali, kecuali demi dia.... Kecuali demi dia...." yang berarti ibunya sudah mengetahui bahwa Tania mencintai Danar walaupun umurnya jauh pada saat itu 27 tahun.
     Setelah Ibu meninggal Tania didaftarkan beasiswa ke Singapura dan menjadi sukses di Singapura, sedangkan Dede tetap di sekolah di Indonesia. Di Singapura banyak teman laki-laki yang tertarik dengan Tania karena wajah menyenangkan dan pintarnya. Tetapi dengan dinginnya Tania menolak semua laki-laki itu, karena perasaannya yang masih dalam terhadap Danar yang tetap bekerja di Indonesia. Bahkan Adi, teman beasiswanya yang sama-sama dari Indonesia, yang juga menyukai Tania, ia manfaatkan. Pada saat ulang tahunnya ke-17 tahun, Danar memberi ide untuk merayakannya di asrama Tania bersama Dede juga. Setelah acara tersebut, dan ketika perpulangan Danar dan Dede di bandara Changi, Singapura, Danar memberi Tania liontin berbentuk huruf T, sesuai inisial nama Tania. Menurut Tania liontin sangat istimewa karena diberikan oleh orang yang ia anggap istimewa, Danar. Ketika pulang ke asramanya, Tania langsung bercerita semua perasaan yang ia rasakan kepada Anne, teman dekatnya yang di Singapura. Anne menyadarkan Tania bahwa perasaannya itu tidak masuk akal karena perbedaan umurnya yang jauh yaitu 14 tahun. Tania sempat mengelak, hingga pada suatu hari terdengar kabar bahwa Danar dan Ratna, pacarnya sejak Ibu masih hidup, akan menikah beberapa bulan lagi. Seminggu sebelum pernikahan Danar dan Ratna, Tania diminta pulang ke Indonesia. Tania yang membenci pernikahan itu menolak dengan berbagai alasan. Melewati Dede, adiknya yang masih di Indoneisa, Tania mengetahui kabar Danar. Dede memberi tahu Tania bahwa Danar berubah menjadi lebih diam karena ketidakdatangannya Tania dalam acara pernikahannya. Hati Tania hancur, tepat ketika acara pernikahan Danar dan Ratna di Indonesia berlangsung. Tania menangis, setelah bertahun-tahun tidak menangis, sesuai pesan ibunya, walupun tidak melihat secara langsung acara pernikahan Danar dan Ratna. Dan Tania yakin pada saat itu bahwa Danar tidak mencintainya, karena lebih memilih menikah dengan Ratna.
     Setelah bertahun-tahun Tania tidak pulang ke Indonesia, akhirnya Tania pulang ke Indonesia karena email-email yang dikirimkan oleh Ratna, atas kesedihan yang dideritanya setelah perubahan sikap Danar kepada Ratna setelah pernikahan berlangsung. Ratna hampir putus asa atas pernikahannya, karena diam yang dilakukan Danar terhadapnya, dan seringnya Danar pulang larut malam entah darimana. Dede mengetahui segalanya sebenarnya, dan memberi tahu Tania setelah kepulangannya ke Indonesia. Tania mengetahui, ternyata selama ini Danar menyimpan perasaan yang sama terhadap Tania. Tania pun mendatangi Danar pada suatu malam di tempat bekas rumah kardus keluarga Tania, yang sekarang suda dibuat menjadi sebuah taman, yang di dalamnya ada pohon linden yang telah ada sejak rumah kardus Tania masih ada. Tania menjelaskan semuanya dan bertanya mengapa selama ini Danar tidak pernah mengakui perasaannya kepada Tania, dan mengapa lebih memilih menikah dengan Ratna. karena itu semua membuat perkiraan Tania jelas bahwa Danar tidak memiliki perasaan yang sama terhadapnya. Danar membisikkan sesuatu sebagai jawaban pertanyaan-pertanyaan Tania. Setelah kejadian itu, semuanya baru mengetahui bahwa Ratna telah hamil empat bulan, dan Tania lebih memilih untuk tinggal di Singapura, serta akan jarang ke Indonesia.
     Kelebihan novel ini adalah bahasanya yang mudah dibaca dan alurnya pun yang tetap nyaman diikuti walaupun dibuat sedemikian rupa agar unik. Berbagai kalangan pun bisa membacanya, dan mudah mengertinya. Serta keunikan cerita ini yang membuat pembaca terkesima setelah membaca isi cerita novel ini.
     Kelemahan cerita ini adalah kurangnya kejelasan pada akhir cerita, yang membuat orang-orang masih penasaran terhadap cerita. Tapi sayangnya novel ini bukan novel sekuel atau trilogi, yang bisa diikuti cerita kelanjutannya.